 |
  
Geisha adalah seorang wanita penghibur profesional. Geisha bukanlah seorang
pelacur atau prostitusi, sebagaimana layaknya yang terkesan dibenak orang selama
ini. Kata geisha dalam bahasa Jepang berarti artis.
Sebagai seorang artis penghibur, ia harus bisa menghibur para tamu yang
menyewanya dengan sebuah pelayanan profesional. Khususnya yang berkaitan dengan
seni tradisional Jepang. Para geisha dituntut bisa menari tarian tradisional (tachikata),
bernyanyi (jikata), memainkan shamisen atau alat musik petik seperti kecapi khas
jepang, merangkai bunga, mengenakan kimono, mengerti tata cara seremonial minum
teh secara formal, serta melayani tamu dengan cara-cara yang sangat sopan dan
beretiket. Kesemuanya itu merupakan tuntutan yang harus dipenuhi kalau ingin
menjadi seorang geisha yang sukses.
Untuk bisa menjadi geisha memerlukan pelatihan khusus dan memakan waktu yang tak
singkat. Para wanita yang masih belajar geisha di sekolah khusus (O-chaya)
disebut maiko. Umumnya maiko ini berusia antara 15-20 tahun. Seorang maiko
biasanya menjadi pendamping geisha sekaligus belajar seluk-beluk geisha. Setelah
lulus, maiko bisa melanjutkan menjadi geisha ataukah berhenti. O-chaya atau
sekolah geisha banyak sekali terdapat di kota Kyoto. Sekitar dua setengah jam
perjalanan dengan menggunakan kereta super ekspres dari Tokyo.
Lantas mengapa para geisha atau maiko mengecat wajah dan leher belakangnya
dengan warna putih dan mengenakan lipstik warna merah menyala? Menurut cerita,
dulunya seorang geisha hanyalah anak seorang petani yang berwajah kurang cantik.
Untuk menutupi kekurangannya, maka ia mengecat wajah dan leher bagian belakang
dengan warna putih dan bibirnya dengan warna merah. Hal ini akhirnya menjadi
tradisi di kalangan geisha hingga sekarang. Hanya saja cerita asal mula tentang
geisha cukup beragam.
Seorang geisha profesional mempunyai tarif yang sangat mahal. Dengan perhitungan
per satu atau dua jam, tarifnya bisa mencapai ratusan dolar US. Biasanya hanya
perusahaan-perusahaan kelas kakap seperti Toyota yang mampu menyewa seorang
geisha profesional. Sedangkan untuk yang dibawah itu, tarifnya juga masih
tergolong mahal meskipun dihitung dengan mata uang domestik, yen.
Lantas, bagaimana dengan geisha sebagaimana yang diceritakan dalam buku 'Memoirs
of A Geisha' karangan Arthur Golden yang sekarang ini tergolong buku populer,
termasuk di toko-toko buku di Indonesia?
Sebagai seorang penghibur yang profesional, geisha akan terlibat hubungan
emosional dan ekonomi dalam memberikan pelayanan prima kepada tamu. Pada
akhirnya keterlibatan fisik antara seorang pengibur dan tamunya, kembali
terserah pada geisha itu sendiri.
Demikian seperti yang dituturkan Ibu Iko yang hafal beberapa kata Indonesia
seperti terimakasih, nasi goreng, selamat pagi, siang, malam dan sebagainya
kepada saya.
|